Sekda yang Maju Pilkada, Harus Mengundurkan Diri Secara Tertulis

By Admin

nusakini.com--Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Sumarsono menanyakan, yang maju ke pemilihan kepala daerah, bukan hanya petahana yang menjabat kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tapi di beberapa daerah, ada sejumlah Sekretaris Daerah (Sekda) yang maju. Bahkan ada sejumlah eselon II yang juga maju. Bagi Aparatur Sipil Negara yang maju Pilkada, harus mundur. Termasuk Sekda. Dan, pengunduran diri harus secara tertulis, bukan diumumkan di publik. 

"Sejumlah Sekda mencalonkan. Kemudian Sekda yang baru bikin pernyataan di umum kami mengundurkan diri. Kita enggak perlu pernyataan di depan umum tapi tertulis dia bersedia mengundurkan diri dan memproses pengunduran dirinya," kata Sumarsono di Jakarta, Senin (8/1). 

mengenai proses pengisian para penjabat dan pejabat sementara (Pjs) kepala daerah, kata Sumarsono, ada mekanismenya tersendiri. Misalnya, untuk posisi kepala daerah yang akan di isi oleh Penjabat, satu bulan sebelum akhir masa jabatan sudah memberitahukan ke Kemendagri. 

"Diberitahukan bahwa yang bersangkutan telah akhir masa jabatan. Tapi kalau belum akhir masa jabatan dan dia mencalonkan maka disebut petahana. Dia harus cuti diluar tanggungan negara, itu segera disampaikan. Jadi ini waktunya masih sebulan sebelum penetapan," kata dia. 

Karena lanjut Sumarsono, dalam proses proses pendaftaran nanti, khusus untuk calon dari aparatur sipil negara, Polri dan TNI, komisi pemilihan akan menanyakan surat pernyataan mengundurkan diri. Setelah surat kesediaan pengunduran diri ini telah diisi, baru proses administrasi pemberhentian ASN dilakukan. 

"Jadi jangan sampai ngomongnya mundur setelah kemudian ditetapkan enggak kepilih kemudian pingin balik lagi. Ini kan harus di hindari. Maka dari awal kita pastikan harus mundur. 

Termasuk mereka yang datang dari DPRD, itu juga harus mundur. DPR RI juga harus mundur," ujarnya. 

Calon yang tidak harus mundur, kata dia, hanya petahana baik itu kepala daerah atau wakilnya. Mereka cukup memberikan surat cuti. Bahkan bisa menjabat kembali. Misalnya, bupati petahana yang maju sebagai calon gubernur atau wakil gubernur di provinsi, tempat daerah yang dipimpinnya. Jika kalah ia bisa balik lagi menjabat bupati. Tapi dengan catatan, dia adalah petahana. Bukan kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya. 

"Enggak kepilih bisa balik jadi kepala daerah misal bupati atau walikota dari wilayah provinsi yang bersangkutan mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur. Itu bisa balik sebagai kepala daerah di kabupaten atau kota apabila tidak terpilih kembali," kata Sumarsono. (p/ab)